1. DEFINISI RESENSI
Pengertian Resensi
Resensi berasal dari
kata resensie (bahasa Belanda). Kata resensie berasal dari kata recensere
(bahasa Latin), yang memiliki arti memberi penilaian. Resensi dapat pula
berasal dari kata review (bahasa Inggris), yang memiliki arti lebih luas, yaitu
mengupas isi buku, seni lukis, pertunjukan, musik, film, drama, dan sebagainya.
( Definisi Resensi )
Pengertian Resensi
Resensi berasal dari
bahasa latin 'recensere' artinya melihat kembali, menimbang, atau menilai.
Punya maksud atau makna sejajar dengan review dalam bahasa Inggris (Slamet
Soewandi, 1977). Sedangkan menurut buku "Kamus Istilah Sastra" yang
ditulis oleh Panuti Sudjiman (1984) dijelaskan bahwa resensi berarti hasil
pembahasan dan penilaian
yang pendek tentang
suatu karya tulis. Jadi, arti resensi mengacu kepada mengulas sebuah buku.
Konteks ini memberi arti penilaian, mengungkap secara sekilas, membahas, atau
mengkritik buku.
2. Menulis Resensi
Seperti yang telah kita
pelajari, sebuah resensi buku adalah ulasan sekilas mengenai sebuah buku.
Resensi biasanya mengandung penilaian tentang buku tersebut. Pada pelajaran
ini, kita akan mencoba menulis resensi, khususnya resensi novel
(sastra/popular). Sebuah resensi hendaknya objektif, singkat, menyeluruh,
jujur, jelas pada sasarannya, bahasanya lugas, sesuai dengan selera /
keterampilan pembaca. Oleh karena itu peresensi harus:
1) memahami sepenuhnya
tujuan pengarang buku,
2) menyadari sepenuhnya
maksud menyusun resensi,
3) memahami selera dan
tingkat kemampuan/kualitas pembaca,
4) menguasai ilmu yang
berhubungan dengan buku yang akan diresensi.
Untuk menulis sebuah
resensi, hendaknya perlu mengetahui unsur-unsur (hal-hal) yang perlu diulas
dalam resensi.
Unsur-unsur sebuah
resensi adalah :
1. Judul resensi
Judul resensi tidak
sama dengan judul buku. Judul resensi harus mencerminkan isi resensi.
2. Identitas buku
Identitas buku meliputi
judul buku, pengarang, penerbit, tempat dan tahun terbit, jumlah halaman, dan
kalau perlu mencantumkan harga buku).
3. Riwayat
kepengarangan
Riwayat kepengarangan
ini mengemukakan latar belakang pengarang, perbandingan dengan karya-karya
sebelumnya, penghargaan yang diperoleh pengarang.
4. Gambaran umum buku
(sinopsis cerita untuk karya fiksi)
Menggambarkan isi buku
secara singkat dan membuat pembaca tertarik membaca buku tersebut. Untuk karya
fiksi dapat dilakukan dengan memberikan ikhtisar cerita secara singkat.
5. Kelemahan dan
keunggulan buku
Kelemahan dan keunggulan
buku dapat meliputi segi isi (isi buku, bahasa yang digunakan, teknik penulisan
buku. Untuk karya fiksi bisa menguraikan kelemahan dan keunggulan tema, tokoh,
alur, latar, amanat, dan sebagainya) dan segi fisik (perwajahan, bentuk dan
ukuran huruf, penjilidan, jenis kertas, dan sebagainya).
6. Gaya bahasa yang
digunakan pengarang dalam buku.
7. Kesimpulan resensi
Kesimpulan ini berisi
kesimpulan yang diperoleh peresensi terhadap buku yang diresensi, manfaat yang
akan diperoleh pembaca jika membaca buku tersebut, golongan pembaca yang
bagaimana yang perlu membaca buku tersebut, nilai buku jika dibandingkan dengan
karya-karya yang lain.
Menulis resensi buku
dapat dimulai dengan membaca dan memahami buku tersebut secara kritis. Memahami
isi buku secara keseluruhan. Agar dapat memahami buku secara cepat bacalah kata
pengantar dan pendahuluan, baca ringkasan buku yang biasanya terdapat pada
sampul belakang, kemudian baca keseluruhan isi buku, dan catatlah hal-hal yang
penting.
Dalam menuangkan pada
tulisan resensi, pertama, perkenalkan buku tersebut dengan menuliskan identitas
buku. Berikutnya gambarkan isi buku secara singkat, termasuk maksud dan tujuan
penulisan buku sebagaimana dikemukakan penulisnya (biasanya terdapat dalam kata
pengantar penulis atau penerbit). Setelah itu berikan ulasan mengenai isi buku
tersebut, kelemahan dan keunggulannya, baik dari segi fisik maupun substansi
isinya. Terakhir, berikan kesimpulan mengenai buku yang diresensi.
3. Langkah-langkah
Meresensi Buku
Berikut ini adalah
langkah-langkah praktis yang dapat Anda gunakan untuk membuat resensi sebuah
buku.
1. Melakukan penjajakan
atau pengenalan buku yang diresensi, meliputi:
· Tema buku yang
diresensi, serta deskripsi buku.
· Siapa penerbit yang
menerbitkan buku itu, kapan dan di mana diterbitkan, tebal (jumlah bab dan
halaman), format hingga harga.
· Siapa pengarangnya:
nama, latar belakang pendidikan, reputasi dan presentasi buku atau karya apa
saja yang ditulis sampai alasan mengapa ia menulis buku itu.
· Penggolongan / bidang
kajian buku itu: ekonomi, teknik, politik, pendidikan, psikologi, sosiologi,
filsafat, bahasa, sastra, atau lainnya.
2. Membaca buku yang
akan diresensi secara menyeluruh, cermat, dan teliti. Peta permasalahan dalam
buku itu perlu dipahami dengan tepat dan akurat.
3. Menandai
bagian-bagian buku yang memerlukan perhatian khusus dan menentukan
bagian-bagian yang akan dikutip sebagai data acuan.
4. Membuat sinopsis
atau intisari dari buku yang akan diresensi.
5. Menentukan sikap
atau penilaian terhadap hal-hal berikut ini:
· Organisasi atau
kerangka penulisan; bagaimana hubungan antar bagian satu dengan lainnya, bagaimana
sistematika, dan dinamikanya.
· Isi pernyataan;
bagaimana bobot idenya, seberapa kuat analisanya, bagaimana kelengkapan
penyajian datanya, dan bagaimana kreativitas pemikirannya.
· Bahasa; bagaimana
ejaan yang disempurnakan diterapkan, bagaimana penggunaan kalimat dan ketepatan
pilihan kata di dalamnya, terutama untuk buku-buku ilmiah.
· Aspek teknis;
bagaimana tata letak, bagaimana tata wajah, bagaimana kerapian dan kebersihan,
dan kualitas cetakannya (apakah ada banyak salah cetak).
Sebelum melakukan
penilaian, alangkah baiknya jika terlebih dahulu dibuat semacam garis besar
(outline) dari resensi itu. Outline ini akan sangat membantu kita ketika
menulis.
6. Mengoreksi dan merevisi
hasil resensi dengan menggunakan dasar- dasar dan kriteria-kriteria yang telah
kita tentukan sebelumnya.
Bahan dikutip dari
sumber:
Judul Buku :
Dasar-dasar Meresensi Buku
Penulis : DR. A.M.
Slamet Soewandi
Penerbit : PT Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta Tahun : 1997
Halaman : 6 – 7
4. Contoh Resensi
Ketertindasan dan
Kekuatan Perempuan Jawa
Judul : Hati Sinden
Penulis : Dwi
Rahayuningnsih
Penerbit : DIVA Press
Terbit : I, Januri 2011
Tebal : 404 halaman
Ringkasan Cerita :
Perempuan Jawa adalah
wajah ketertindasan. Ia tidak memiliki posisi yang sejajar dengan laki-laki.
Sebaliknya, ia menjadi korban dominasi laki-laki. Di sini ada persekongkolan
kultural kekuasaan yang menguatkan posisi dan peran tradisional perempuan.
Itulah yang dihadirkan
oleh Dwi Rahayuningnsih lewat novel ini. Ia menghadirkan sosok perempuan Jawa
dengan problem-problem budaya yang mengungkung. Namun, demi harmoni, mereka
lebih memilih untuk “berdamai” dengannya.
Sayem, tokoh sentral
dalam Hati Sinden, adalah simbolisasi perempuan Jawa tersebut. Ia berasal dari
keluarga miskin. Dua kali ia diceraikan oleh suaminya. Pada perceraian ke dua,
alasan yang digunakan ialah Sayem tidak dapat memberikan keturunan.
Perceraian itu ternyata
tidak menghancurkan mentalnya. Meskipun dukanya mendalam, Sayem berusaha untuk
bangkit. Ia tidak mau tenggelam dalam kesedihan. Ia terus mencoba untuk kembali
menata hidupnya.
Ketertarikan Sayem
kepada syair-syair Jawa klasik mendorongnya untuk menjadi sinden. Namun bukan
uang ataupun popularitas yang dicarinya, melainkan ketenangan yang merasuk ke
dalam hati saat ia melantunkan syair-syair Jawa yang penuh makna.
Sayem kemudian
bergabung dengan sebuah grup karawitan. Di sini pun ia berhadapan dengan
berbagai masalah, mulai dari perseteruan dengan sinden lain, hingga keinginan
Priyo, pemimpin grup karawitan tempat ia bergabung, untuk menikahinya.
Hubungan Sayem dengan
Priyo mengantarkan Sayem kepada pernikahannya yang ke tiga. Tetapi badai
lagi-lagi melanda. Priyo tidak hanya ketahuan sebagai pria yang telah memiliki
istri, namun juga terbongkar sebagai lelaki yang tergila-gila kepada perempuan
lain.
Sayem akhirnya pasrah.
Ia tidak bercerai dengan Priyo namun memutuskan untuk hidup berpisah dengan
suaminya itu. Tanpa banyak bantuan dari Priyo, Sayem berusaha untuk membesarkan
anak-anaknya.
Di titik inilah tampak
Sayem tampil sebagai perempuan Jawa yang memiliki kekuatan. Meskipun ia berada
dalam posisi yang terkalahkan, namun ia tidak melakukan pemberontakan dengan
melawan kekuasaan. Sebaliknya, Sayem mencoba “bermain” dalam lingkar kekuasaan
Priyo sehingga berhasil mengantarkan anak-anaknya ke dalam kehidupan yang lebih
baik.
Lewat peran-peran dan
nilai-nilai tradisional, Sayem berhasil menjadi pribadi yang kuat dan
mengalahkan realitas dalam wilayah subordinasi yang mengepungnya. Seperti yang
diungkapkan oleh Sayem sendiri bahwa hidup adalah kewajiban yang harus
dilaksanakan sesuai dengan peran yang dijalankan (hal. 388).
Kesimpulan :
Novel ini seperti
mengingatkan bahwa perempuan Jawa yang secara stereotip berada di bawah
bayang-bayang kuasa dunia matriarki, memiliki potensi untuk menggeser hegemoni.
Ia seakan mendekonstruksi struktur tanpa harus merevolusi konsepsi budaya yang
telah mapan.
Kritik :
Kritik terhadap novel
ini ialah, hingga separuh buku masih belum tampak dunia sinden seperti yang
“dijanjikan” lewat judul. Jika saja Sayem dan dunia kesindenannya dikisahkan
lebih awal, maka akan semakin banyak seluk-beluk dunia sinden yang menarik yang
dapat disampaikan.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar