Kamis, 29 Maret 2012

TUGAS KELOMPOK


PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
TUGAS KELOMPOK

Disusun Oleh :1.

Ahmad Indra Fatuki 102103902.

Cynthia Permata Sari 112106363.

Farah 122106064.

Harimurti Bagas 192109905.

Intihana wahyuni 132105776.

Monika Yusiana 142105217.

Muhammad Hartatnto Kurniawan 192102988.

Ovia Dharma Pratiwi 152102929.

Yuniar Ricky 18210780

Kelas : 2EA13

FAKULTAS EKONOMIUNIVERSITAS GUNADARMABEKASI- 2012

BAB I
PENDAHULUAN

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan olehpemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutifyudikatif danlegislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuaihukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).























BAB II
1.      Apa penyebab terjadinya penggugatan atas tuduhan telah melakukan pencemaran nama baik dan ancaman hukuman pidana terhadap kasus Prita, sehubungan dengan keluhannya disebuah milis ?















BAB III
Pengertian Demokrasi
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).
Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat. Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.
Dalam hal ini yang akan kami bahas adalah mengenai demokrasi dalam konteks kebebasan mengeluarkan pendapat. Kasus Prita adalah salah satu kasus dari sekian banyak kasus yang terkait dalam demokrasi sehubungan dengan kebebasan mengeluarkan pendapat yang kami pilih untuk membahas lebih lanjut materi kami.













Kasus Prita Kasus Pembungkaman Demokrasi
MASIH ingat kasus Prita Mulyasari yang menulis sebuah keluhan di sebuah milis? Pada dasarnya merupakan keluhan atas pelayanan salah satu rumah sakit di Tangerang. Keluhan itu berdasarkan fakta. Namun yang terjadi, Prita digugat secara hukum oleh rumah sakit dengan tuduhan telah melakukan pencemaran nama baik. Untunglah, dalam kasus perdatanya Prita divonis bebas.
Anehnya, beberapa hari ini Prita terkena ancaman pidana atas kasus yang sama. Kasus yang itu juga. Hal ini tentu membuat masyarakat menjadi bingung. Kalau menulis keluhan berdasakan fakta dianggap pencemaran nama baik, lantas kepada siapa masyarakat harus mengeluh? Lagipula, masyarakat juga bertanya-tanya, apa unsur-unsur dari pencemaran nama baik? Apakah mengemukakan keluhan berdasarkan fakta identik dengan pencemaran nama baik? Apakah definisi pencemaran nama baik sangat relatif sehingga semua jaksa, hakim dan para penegak hukum boleh membuat definisi seenaknya sendiri?
Saya menilai, kasus Prita merupakan kasus pembungkaman demokrasi. Di mana masyarakat, terutama konsumen, dibungkam untuk tidak boleh mengeluh. Sebab, mengeluh dianggap sebagai pencemaran baik. Kalau sudah begini, dikemanakan hakekat keadilan? Di kemanakan hati nurani para penegak hukum? Pembuat undang-undangnya yang salah ataukah para penegak hukumnya yang salah? Apakah di Indonesia ini mengeluh merupakan sebuah kejahatan perdata/pidana?



Penyelesaian Kasus Prita Mulyasari
JAKARTA (radarbangka.co.id) - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), menilai putusan kasasi Mahkamah Agung atas kasus Prita Mulyasari terasa janggal. Sebab, Prita sebagai konsumen yang merasakan ketidakpuasan atas pelayanan Rumah Sakit Omni Internasional.
Selain itu, dalam kasus Prita MA menjatuhkan dua putusan yaitu perdata dan pidana yang saling bertentangan. Anggota BPKN, Gunarto, menyatakan bahwa MA telah memenangkan prita dalam kasus perdatanya sehingga ibu tiga anak itu terbebas dari kewajiban membayar denda Rp 204 juta kepada RS Omni Internasional.
“Secara teoritis, jika telah dinyatakan bebas dari tuntutan perdata berarti Prita tidak terbukti melakukan perbuatan melawan hukum baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Keluhan yang dikemukakan Prita pada internet atas layanan rumah sakit Omni Internasional yang tidak memuaskan konsumen, dijamin oleh undang-undang,” terang Gunarto di Jakarta, Selasa (12/7).
Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang berlaku sejak 20 April 2000. Berdasar UU tersebut, konsumen memiliki sejumlah hak yang dijamin oleh UU. Di antaranya, konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
Konsumen juga berhak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. Hak lainnya adalah advokasi bagi konsumen, perlindungan, serta upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Sedangkan Pasal yang dijeratkan ke Prita adalah Pasal 27 ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Karenanya Gunarto mempertanyakan pasal yang dijeratkan ke Prita.
Sebab, pada dasarnya keluhan Prita tersebut merupakan hak yang melekat dan yang disampaikan juga bukan sesuatu yang bersifat fitnah. “Prita Mulyasari benar-benar konsumen yang merasakan ketidakpuasan atas pelayanan konsumen,” tegas Gunarto .
Dengan kondisi demikian, lanjut Gunarto, Hakim Agung yang memutus permohonan kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu mestinya tidak hanya melihat dari satu undang-undang saja, namun juga melihat dari undang-undang lain termasuk UU Perlindungan Konsumen.
Karenanya, kata Gunarto, BPKN memiliki tiga penilaian terkait kasus Prita. Pertama, Prita secara sadar menggunakan haknya sebagai konsumen. "Maka sungguh sangat ironis jika seorang konsumen yang menyuarakan haknya justru dihukum dan dianggap melanggar hukum," kata Gunarto.
Kedua, vonis MA atas Prita dalam perkara pidananya, akan membuat konsumen lainnya takut untuk menyuarakan keluhannya. Ketiga, putusan yang kurang berpihak pada keadilan publik harus ditolak. BPKN pun menyarankan Prita Mulyasari segera menggunakan haknya untuk mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK).
“Untuk itu, diharapkan hakim yang menangani kasus ini selanjutnya dapat mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dan seadil-adilnya sehingga dapat mengoreksi keputusan tersebut. Dukungan publik yang besar terhadap Prita Mulyasari mengindikasikan adanya keadilan masyarakat yang terusik atas putusan kasasi MA tersebut,” imbuhnya.(cha/jpnn)
Sementara Anggota Komisi III DPR Nurdiman Munir, menilai kasus Prita Mulyasari merupakan sebuah sebuah contoh adanya pihak-pihak yang menginginkan masyarakat yang tidak dilayani secara baik tidak melakukan protes. "Ada upaya mafia supaya masyarakat yang dilayani jasa pelayanan publik, tidak bisa diprotes," tegas Nurdiman saat rapat dengar pendapat umum antara Komisi III DPR RI dengan Prita Mulyasari, Selasa (12/7).
Menurut Nudirman, kasus Prita merupakan sebuah pembungkaman atas kritik masyarakat terhadap buruknya pelayanan publik oleh swasta. Menurut dia, cara yang dilakukan Rumah Sakit Omni merupakan cara menakutkan.

"Hal ini harus kita sampaikan kepada Kejaksaan Agung, harus diantisipasi. Bahwa layanan publik jangan membungkam masyarakat," ungkap politisi Partai Golkar itu.

Karenanya Nudirman menganggap kasus yang membelit Prita telah menginjak-injak rasa keadilan publik. "Hukum sama sekali tidak berpihak kepada masyarakat kecil," ungkap Wakil Ketua Badan Kehormatan DPR RI itu.(boy/jpnn)











BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan topik yang kami ambil mengenai kasus prita ini, dan berdasarkan apa-apa informasi yang kami dapat. Kami dapat menyimpulkan bahawa Negara ini masih belum menjalankan system pemerintahan demokrasi yang baik. Sebab, dalam kasus ini Prita ini, terdapat kejangalan dimana, prita yang menuliskan keluhannya dalam sebuah milis malah di gugat oleh pihak rumah sakit.
Disini Prita sebagai konsumen yang merasa tidak puas akan apa yang iya trima dari rumah sakit, dan mengeluhkannya, dan iyalah di gugat oleh rumah sakit tersebut. Pada dasarnya siapa saja boleh mengemukakan pendapatnya, termasuk prita. Apa lagi ini Negara demokrasi. Konsumen pun pada dasarnya telah mendapatkan perindungan secara hokum atas apa yang mereka beli atau jasa apah yang mreka terima.
Apa yang di keluhkan oleh prita adalah suatu kenyataan. Berdasarkan apa yang iya rasakan. Seharusnya rumah sakit tersebut dapat bersikap sportif. Sikap rumah sakit yang menggugat prita tersebut tidaklah patut. Dan seharusnya pemerintah dan lembaga hokum juga tahu itu. Dan tidak membiarkan hal ini berlarut-larut. Sebab, nyata adanya, Negara ini adalah Negara yang demokrasi, dimana kedaulatan ada ditangan rakyat, rakyat bebas bersuara. Dan Prita (Konsumen) memilki hak yang telah di atur oleh perundang-undangan.




PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN




Disusun Oleh :
Ø Ovia Dharma Pratiwi                                       15210292
Ø Ahmad Indra Fatuki                               10210390
Ø Muhammad Hartanto Kurniawan                   19210298
Ø Intihana Wahyuni                                  13210577
Ø Farah                                                      12210606
Ø Cynthia Permata Sari                                      11210636
Ø Yuniar Ricky                                         18210780            
Ø Monika Yusiana                                    14210521
Ø Harimurti Bagas                                     19210990



FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI- 2012





KEBEBASAN BERPENDAPAT SEORANG PNS BERUJUNG POLEMIK DAN KONFLIK


TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

KASUS

KEBEBASAN BERPENDAPAT SEORANG PNS BERUJUNG POLEMIK DAN KONFLIK



DI SUSUN OLEH :



1.      SHINTA MULYANA                            19210337
2.      SITI  DESIMAYANTI                           16210584
3.      SOFYAROSA                                         16210641
4.      SULAEMAN                                           19210757
5.      SYIFA RIZKYKA                                  16210804
6.      TIARA GUSTIVIANA                          16210885
7.      TUTI HANDAYANI                              19210344
8.      WIDHA LOVENDRIANTI                  18210482
9.       YOHANA SETIANINGRUM              18210665
10.  YUNIAR RICKY G                               18210780
11.  YURISA DEWI                                      18210796



Kelas : 2EA13

Universitas Gunadarma

PEMBAHASAN
Alexander Aan  adalah seorang PNS berusia 30 tahun yang bertugas di kantor BAPPEDA , Sumatera Barat. Alex adalah seorang warga negara Indonesia yang tidak percaya dengan konsep Ketuhanan  dan Agama yang diakui di Indonesia dan secara tegas Alex menyatakan bahwa dirinya adalah seorang atheis .
            Berawal dari bentuk penyampaian pemikiran dan pendapat pribadinya yang ditulis di status facebooknya, yaitu :
“Kalau memang ada Tuhan, mengapa ada kejahatan, kemiskinan. Saya tak percaya surga serta neraka. Oleh sebab itu, sudah merupakan premis saya Tuhan itu tidak ada, dan Nabi Muhammad adalah seorang yang biadab”.
 Pernyataan tersebut menjadi sorotan publik dan mengundang reaksi dari berbagai pihak, yaitu pengguna akun facebook, masyarakat Minang, kaum ulama,kaum adat dan Aparat kepolisian.Dan tulisan Alex tersebut menjadi polemik dan konflik, yang kemudian mendapat tanggapan dan begitu banyak hujatan yang diberikan kepadanya yang semula belum diketahui identitasnya.
           Perdebatan di dunia maya tentang Tulisan Alex itu segera menyebar. Sejumlah orang kemudian berusaha mencari siapa sebenarnya pemilik akun facebook tersebut. Kemudian dilacak oleh masyarakat, dan akhirnya ditemukan yaitu seorang pegawai PNS yang bekerja di Pemerintah Daerah, yang ketika ditemukan sedang membuka akun facebooknya dimana Alex terbukti sedang membuat tulisan yaitu menghujat keberadaan Allah dengan menjadikan Al-Quran dan kisah Para Nabi sebagai kajian tulisannya.

Akhirnya sekelompok pemuda yang geram membawa Alex mendatangi Kantor Bupati Dharmasraya. Kemudian mereka terlibat perdebatan, dimana Alex bersikeras bahwa apa yang dia sampaikan di akun facebooknya hanyalah merupakan pendapat pribadinya.Mendengar pernyataan tersebut, entah siapa yang mengkomandoi, pemuda yang ada dalam ruangan langsung memukul Alex sampai memar lantaran merasa kesal.
Dan MUI Sumatera Barat akhirnya melaporkan Alex kepada pihak kepolisian, Ketua Majelis Ulama Indonesia cabang Sumatera Barat menjelaskan bahwa sikap anti Tuhan yang disebarkan pemilik akun Facebook Alexander  ini  Bertentangan dengan semua agama. Bahkan, keyakinan yang dipertahankan Alex tersebut dinilainya tidak cocok berkembang di Indonesia.Hal tersebut dianggap bertentangan dengan Pancasila, karena tentunya  paham  Atheis tidak dapat diterima di Indonesia.Beliau menyayangkan sikap Alexander  yang sebagai orang minang karena tentu saja ini membawa nama minang, yang menurutnya sendi dasar agama sudah dirusak apalagi Alex telah menghina Allah,Nabi Muhammad, Al-Quran didalam Agama Islam, dan itu tidak dapat ditolelir.
Dan Alexanderpun ditangkap pihak kepolisian setelah mendapat serangan dan hampir diamuk masa yang kesal dengan sikapnya dan akhirnya Alex diamankan di Markas Polsek Pulau Punjung yang kemudian dipindahkan ke Markas Polres Dharmasraya.
Karena statusnya-nya di facebook tersebut, Alexander kini menghadapi ancaman dijerat dengan Pasal 156a KUHP tentang penistaan Agama, dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara.
Selain itu, polisi juga menjerat pemilik akun facebook Alex Aan tersebut dengan Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang No 8 tahun 2011 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan terancam pidana penjara enam tahun serta denda Rp 1 Miliar. Dan Alexpun terancam akan kehilangan pekerjaannya.
Tetapi Tidak hanya hujatan, Alexpun mendapat dukungan dan simpati  dari para freethinker (Pemikir bebas anak Negri) di Indonesia dan Freethinker di berbagai penjuru dunia. Salah satunya adalah sebuah grup Facebook bernama Support Alex Aan’s Human Rights.Ada banyak pengguna Facebook luar negri dan sejumlah akademisi serta organisasi internasional yang memberikan support terhadap Aan.
Sementara itu, dukungan lokal juga terbilang banyak.Sebuah grup Facebook bernama dukung Pembebasan Alex Aan juga memberikan support yang besar untuk Alex.Mereka menyatakan bahwa sedang menyusun langkah untuk memberikan tekanan politik kepada RI agar segera membebaskan dan menjamin keselamatan Alex .
Mereka memberikan pembelaan dengan alasan bahwa tak satupun warga negara RI yang layak dipenjara hanya karena dia tidak mempercayai suatu konsep tuhan manapun. Ketidakpercayaan pada konsep Tuhan bukanlah suatu pelanggaran terhadap hukum terlebih lagi UU pelanggaran seorang atheis di Indonesia telah dihapuskan jadi menurutnya Alex harus dibebaskan.
Dan Kasus Alex tersebut terus diproses oleh kepolisian Polres Dhasmaraya, Sumatera Barat.


PENDAPAT & SARAN KELOMPOK
 Kebebasan berpendapat merupakan hak dasar setiap manusia, yang merupakan wujud penyampaian ekspresi baik secara lisan maupun tulisan melalaui media apa saja tanpa kekangan dari pihak manapun, dan negara pun menjaminkan hak tersebut kedalam peraturan perundang-undangan.
Dan seiring perkembangan teknologi, kebebasan berpendapat melalui media onlinepun menjadi sangat diperhitungkan. Dan Internet telah menjadi salah satu media alternatif bagi publikuntuk mengutarakan pendapat seseorang. Untuk itu pula di buat Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang saat ini banyak mengundang kontroversi,polemik dan konflik, salah satunya adalah Kasus yang kamu bahas.
Sebenarnya kebebasan yang diberlakukan bukanlah kebebasan mutlak tanpa batas. Kebebasan yang dijalankan adalah kebebasan berpandapat yang bertanggung jawab yang dibatasi dengan kebebasan orang lain, nilai-nilai, norma dan tentunya tidak melanggar hukum.Dan penyampaian pendapat yang bermasis media IT pun harus pada kontrol yang benar.
Menurut kami  pada kasus ini, seorang PNS yang bernama Alex memilih menjadi seorang Atheis adalah haknya,  Indonesiapun memberikan hak dan kebebasan bagi warga negaranya dalam  memeluk agama yang dipercayainya sekalipun seorang warganya tidak mempercayai paham Ketuhanan yang berlaku di Indonesia, bahkan Pemerintah telah sejak lama menghapus Undang-Undang peraturan pelarangan menganut paham Atheis, jadi itu tidak menjadi masalah dan tidak dapat dijadikan alasan untuk menghukum PNS tersebut.
Yang menjadi permasalahannya adalah keyakinan hasil pemikirannya yang disampaikan dalam bentuk suatu tulisan di akun facebooknya yang dianggap sebagai bentuk penghinaan oleh sebagian pihak.Dan menjerat PNS tersebut dengan Undang-Undang ITE adalah tindakan yang benar, karena pada dasarnya Undang-Undang ITE dibuat dengan tujuan untuk mewujudkan suatu kondisi perilaku masyarakat yang santun dan tertib.Sedangkan pendapat atau pernyataan yang ditulis oleh beliau dirasa sangat tidak santun. Bahkan Pengenaan pelanggaran tersebutpun sangat sesuai apabila disinggung mengenai kebebasan berpendapat yang dijamin oleh negara dalam Undang-Undang No 9 tahun 1998 mengenai kemerdekaan mengeluarkan pendapat , yaitu pendapat yang bertanggung jawab dan tidak melanggar hukum.Sedangkan Pendapat yang ditulis oleh beliau di media internet sangatlah melanggar kode etik karena jelas tulisannya bermakna penghinaan yang melanggar undang-undang negara dan undang-undang ITE.
Pengenaan Undang-Undang ITEPasal 27 ayat 3 Undang-Undang No 8 tahun 2011 yang berbunyi “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan/ membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinanaan dan/ Pencemaran nama baik” serta penjeratan Pasal 156a KUHP tentang penistaan Agama  kepada PNS tersebut sudah tepat karena tindakannya tersebut jelas melanggar.
Dan dalam hal ini Undang-Undang negara RI  maupun Undang-Undang ITE sudah bekerja atau digunakan dengan benar dan tepat yaitu untuk menjerat seorang PNS yang memang terbukti bersalah karena melanggar peraturan yang berlaku.
Jadi Kasus Alex ini harus segera diproses dan ditindaklajuti dengan cepat agar tidak menjadi polemik dan konflik yang berkepanjangan, dan Alex harus tetap menerima sanksi dan hukuman sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dan akun Facebook milik Alex harus secepatnya ditutup agar tidak terus menjadi keresahan bagi masyarakat terlebih lagi tulisan Alex yang menganut Atheis dengan tidak membenarkan adanya Tuhan ditakutkan akan menjadi pengaruh bagi orang lain jadi akun Facebook Alex harus ditutup.
Menurut kamipun Pemerintah harus menyikapi kasus ini dengan serius terutama jika melihat banyaknya pihak asing yang mendukung kampanye grup Internasional seperti Support Alex Aan’s Human Rights Karena itu tentunya akan mempengaruhi citra indonesia.Jadi Pemerintah harus mengambil sikap atau tindakan dalam menyelesaikan kasus ini, dimana solusi atau penyelesaian yang diberikan oleh pemerintah merupakan suatu penyelesaian yang tepat dan bijaksana bagi semua pihak .
Dan keberadaan Undang-Undang ITE menurut kami sudah tepat untuk diberlakukan, karena dengan semakin berkembang zaman dirasa sangat perlu sesuatu yang dapat menjadi pembatas dalam setiap perilaku manusia yang memang semakin sulit dikontrol. Tidak bermaksud untuk membatasi hak kebebasan berpendapat atau berekspresi seseorang, sebagaimana terjamin dalam Undang-Undang No 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan mengeluarkan Pendapat, Undang-Undang ITE bertujuan dan diharapkan dapat menjadi pengontrol kebebasan berpendapat di media online sosial yang berkembang sangat pesat, jadi sudah sepatutnya Undang-Undang ITE diberlakukan di Indonesia bersamaan dengan Undang-Undang RI mengenai kemerdekaan mengeluarkan pendapat secara bertanggung jawab dan sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku, dengan begitu maka kesantunan dan kedamaian masyarakat dan negara dapat tercipta.